sumber: kilat.com |
Dalam sebuah diskusi yang mencerahkan, dua tokoh besar Indonesia, Bapak AM Hendropriyono dan Bapak Mahfud MD, berbagi pandangan mendalam mereka tentang isu-isu krusial mulai dari persahabatan, persatuan bangsa, hingga seluk-beluk geopolitik global dan dunia intelijen. Percakapan yang dipandu oleh Mas Rizal Mustari ini menampilkan dinamika "kakanda" dan "adinda" yang penuh rasa hormat, menciptakan suasana diskusi yang hangat namun tetap lugas.
Jejak Persahabatan di Balik Nama Besar
Meski memiliki latar belakang yang berbeda, persahabatan antara Hendropriyono dan Mahfud MD telah terjalin kuat. Mahfud MD mengenang bagaimana ia pertama kali mengenal Hendropriyono sebagai jenderal terkemuka di era Suharto. Kedekatan mereka dimulai saat Mahfud menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Gus Dur, bahkan Hendropriyono sempat mengiriminya hadiah edamame hasil tanamannya sendiri.
Hendropriyono sendiri mengingat kesan pertamanya terhadap Mahfud MD yang ia dengar dari Gus Dur, dua minggu sebelum Gus Dur menjadi presiden. Ia terkesan dengan kecerdasan Mahfud dan merasa ia sangat cocok sebagai Menteri Pertahanan, terlebih dengan tren menteri pertahanan sipil di banyak negara demokrasi. Ikatan mereka semakin erat, bahkan Hendropriyono menyatakan kebanggaannya atas perjalanan karier Mahfud, termasuk potensi Mahfud untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Mahfud pun tak lupa menyoroti dukungan Hendropriyono, yang pertama kali memberi selamat kepadanya setelah ia menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sipil pertama.
Menjaga Keutuhan Bangsa dari Ancaman Radikalisme
Mahfud MD menekankan pentingnya menjaga persatuan Indonesia. Menurutnya, Indonesia adalah anugerah yang bisa berubah menjadi bencana jika keberagaman yang ada tidak dijaga. Ia menegaskan bahwa bentuk dan sistem negara adalah urusan setiap bangsa, dan Islam sendiri tidak menetapkan sistem negara tertentu. Mahfud juga berpendapat bahwa seruan untuk "negara Islam" atau "khilafah" seringkali berakar dari kesalahpahaman, sebab prinsip utama negara dalam Islam adalah penegakan keadilan dan hukum.
Melengkapi pandangan Mahfud, Hendropriyono menambahkan bahwa radikalisme seringkali muncul dari individu-individu yang "tersesat". Ia mengusulkan konsep "deradikalisasi", di mana teroris yang tertangkap tidak hanya dihukum, melainkan juga dimanfaatkan untuk membongkar jaringan teror. Ia bahkan memberikan contoh "operasi balik" yang pernah dilakukannya di Kalimantan. Keduanya mengakui adanya dilema etika dalam pekerjaan intelijen, terutama ketika tindakan di luar kerangka hukum harus diambil untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi negara.
Perang Dunia dan Peran Intelijen dalam Geopolitik Global
Apakah dunia akan menghadapi perang global lagi? Hendropriyono meyakini bahwa perang dunia dalam skala besar tidak akan terjadi. Menurutnya, konflik-konflik saat ini lebih merupakan perang proksi yang diatur oleh kekuatan-kekuatan besar, khususnya Amerika Serikat, melalui operasi intelijen. Ia memberikan contoh historis seperti peran AS dalam konflik Indonesia dengan Belanda atas Papua Barat pada tahun 1961, dan penggunaan intelijen dalam konfrontasi dengan Malaysia.
Hendropriyono juga memperingatkan tentang konflik internal di Indonesia, yang menurutnya seringkali dipicu oleh agen intelijen eksternal yang mencari celah untuk mengacaukan stabilitas negara. Mahfud MD senada, menekankan perlunya kehati-hatian, sebab konflik kecil sekalipun dapat membesar jika bangsa tidak waspada terhadap manipulasi dari luar.
Memahami Filosofi Intelijen: Melindungi atau Merusak?
Hendropriyono menjelaskan bahwa intelijen, meskipun seringkali dipersepsikan negatif, sebenarnya adalah ilmu etika yang dirancang untuk melindungi kedaulatan bangsa. Ia mengkritik praktik-praktik yang dilakukan oleh badan-badan seperti CIA dan MI6, menyebut beberapa tindakan mereka sebagai "operasi teror" alih-alih intelijen yang sah. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar "filosofi intelijen" dimasukkan dalam kurikulum sekolah intelijen di seluruh dunia, untuk memastikan praktik yang etis dan mencegah tindakan-tindakan berbahaya seperti pembunuhan politik.
Mahfud MD setuju bahwa intelijen memiliki peran vital untuk kelangsungan hidup nasional. Namun, ia menekankan bahwa intelijen tidak boleh digunakan untuk memata-matai rakyatnya sendiri yang sedang menggunakan hak-hak demokratisnya. Sebagai penutup, Hendropriyono mengumumkan rencana peluncuran bukunya pada bulan Agustus yang akan membahas "praktik busuk" intelijen AS dan Inggris, dengan tujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang bagaimana agen-agen ini memanipulasi peristiwa global.
Diskusi ini memberikan wawasan berharga tentang berbagai aspek keamanan dan kedaulatan negara, dari perspektif dua individu yang telah mengalami langsung dinamika tersebut. Ini adalah pengingat penting bagi kita semua untuk selalu menjaga persatuan dan kewaspadaan demi masa depan bangsa.
Post A Comment:
0 comments: