Pages


  • Qur'an Reader | Al Qur'an dan Terjemahannya

View All results for ""

ElGhodhonfarElGhodhonfar Blog

  • Home
  • Home Highlight Sejarah Sejarah Telur Mata Sapi

    Sejarah Telur Mata Sapi

    at Oktober 19, 2022 Highlight, Sejarah,


    image by Kompas


     Agus Sunyoto mencatat adanya peristiwa yang luput dari catatan sejarah, yaitu peristiwa hijrahnya para pengikut Pangeran Diponegoro setelah Diponegoro ditangkap Belanda.


    ''Ratusan ribu pengikut Diponegoro, sebagian besar adalah ulama pesantren dan guru tarekat, meninggalkan pusat kekuasaan kemudian menyebar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa,'' ujar Agus, dari Padepokan Dakwah Kalijaga.


    Mereka kemudian mendirikan pesantren-pesantren dan meneruskan perlawanan secara pasif kepada Belanda. Perlawanan yang disebut Sunyoto sebagai perlawanan pasif yang masif itu dilakukan dengan cara perang opini lewat penciptaan cerita tutur, tembang, si'iran, tafsir agama, ramalan, dan sebagainya. Perang opini ini ditujukan untuk memunculkan sikap benci terhadap Belanda.


    Makin menguatnya perlawanan lewat lisan ini mendorong Belanda mengutus jaksa di Kediri untuk menyusun sejarah Kediri. Tugas itu diberikan dua tahun setelah Diponegoro ditangkap. Jaksa Mas Ngabehi Poerbawidjaja lantas meminta bantuan dalang wayang krucil Ki Dhermakonda.


    Namun. Ki Dhermakonda mengaku tak mengetahui secara pasti sejarah Kediri sehingga ia meminta bantuan jin bernama Buto Locaya. Untuk mendengarkan cerita Buto Locaya, diperlukan tubuh yang bisa dirasuki, yaitu tubuh Ki Sondong. Jadilah Babad Kediri.


    ''Maka isi sejarah versi jin itu adalah pendiskreditan terhadap ajaran Islam, terutama menyangkut para penyebar Islam,'' ujar Agus.


    Tokoh Islam yang didiskreditkan adalah Sunan Bonang dan Sunan Giri. Dua wali ini digambarkan berdakwah dengan jalan intoleransi. Penginjil Ki Tunggul Wulung lantas mengadaptasi Babad Kediri dalam bukunya, Serat Darmogandul. Tunggul Wulung yang berguru pada Jellesma, di kemudian hari menjadi guru Kiai Sadrach.


    Inilah sastra dekaden yang memunculkan konflik sosial. Setelah Darmogandul kemudian muncul Serat Gatoloco. Gatoloco dipakai untuk menyerang ulama pengikut Diponegoro. Tunggul Wulung menampilkan debat fiktif antara Gatoloco dan Kiai Kasan Besari, pendiri Pesantren Tegalsari, Ponorogo. Kiai Kasan Besari ditampilkan sebagai sosok yang tak berkutik dalam debat tentang Islam itu.


    Selaku santri Kiai Kasan Besari, RNg Ronggowarsito tahu bagaimana Darmogandul dan Gatoloco dibuat. Karena itu, ia mendatangi Tunggul Wulung dan meminta kepadanya agar mau menerima dirinya sebagai muridnya. Namun, Tunggul Wulung menolaknya.


    Usaha mendegradasi nilai-nilai Islam oleh Belanda tak berhenti di situ. Serat Syekh Siti Jenar juga dibuat untuk memecah umat Islam. Di serat itu dikisahkan Syekh Siti Jenar dibunuh oleh Sunan Kalijaga.


    ''Padahal, dalam tradisi lisan di kalangan pengikut Syekh Siti Jenar yang diwariskan turun-temurun dalam tarikat Akmaliyah, tokoh Syekh Siti Jenar dikisahkan tidak dibunuh oleh Wali Songo, melainkan wafat dengan cara selayaknya orang meninggal,'' jelas Agus.

    Sebagian ahli sejarah menilai isi dari Babad Kediri merupakan tindakan pendiskreditan terhadap ajaran Islam. Terutama, ungkap Agus, menyangkut para penyebar Islam seperti Sunan Giri dan Sunan Bonang. Di babad ini, kedua sunan tersebut digambarkan telah melakukan tindakan-tindakan intoleran dan merusak tatanan dalam berdakwah menyebarkan Islam.


    Selain Babad Kediri, adapula sebuah karya sastra yang diberi judul Serat Darmogandul yang berbahasa Jawa. Pada sastra ini, penulis karya ini telah menampilkan  kata dan kalimat sarkastis dan bernuansa porno dengan memasukkan istilah-istilah Belanda.


    Agus juga mencurigai munculnya catatan tentang penemuan kronik Cina di Kelenteng Sam Po Kong, Semarang, sebagai upaya pengaburan sejarah Islam.

    Kronik yang ditemukan—dinyatakan ada tiga cikar—menyebut para wali berasal dari Cina, yang ditugasi untuk menjatuhkan Majapahit. Kronik yang dinyatakan dibawa Residen Poortman itu dianggap Agus sebagai cerita fiktif.

    ''Tidak pernah ada fakta materialnya kecuali pernyataan bohong bahwa naskah kronik itu disimpan di museum di Den Haag,'' ujar Agus.


    Menurut Agus, Serat Syekh Siti Jenar juga merupakan hasil karya yang diperintahkan Belanda untuk memperburuk citra Islam. Karya dari Raden Panji Natarata ini memunculkan isi cerita dan pandangan negatif terhadap para Wali Songo.


    Di karya itu, Wali Songo digambarkan sebagai penyebar Islam yang licik dan curang karena telah membunuh Syekh Siti Jenar. Bahkan, Wali Songo dijelaskan telah mengganti jenazah Jenar secara sengaja dengan bangkai anjing.


    Dalam tradisi lisan, tokoh Syekh Siti Jenar dikisahkan tidak dibunuh oleh Wali Songo. Ia wafat dengan cara selayaknya seperti masyarakat Muslim pada umumnya.


    Naskah berbahasa Sunda ada pula yang merupakan hasil manipulasi. Agus menyebut nakah Kidung Sunda yang dimunculkan pada 1860 sebagai karya sastra yang sengaja dibuat untuk memecah-belah bangsa Indonesia. Kidung Sunda yang mendiskreditkan Gajah Mada mendapat dukungan dari naskah Pararaton, yang diterbitkan Belanda pada 1920.


    ''Di balik Pararaton, kolonial Belanda ingin membangun citra buruk bahwa leluhur raja-raja Jawa, termasuk leluhur Diponegoro, adalah anak haram hasil zina, penjudi, pencuri, pemerkosa, penjahat licik, yang menghalalkan segala cara untuk berkuasa,'' ujar Agus.


    Agus menilai banyaknya karya kolonial Belanda yang telah merugikan umat Islam Indonesia ditujukan untuk mendiskreditkan tokoh-tokoh penyebar Islam. Tujuannya hanya satu, yakni memecah-belah umat Islam sehingga menjadi kelompok-kelompok yang saling bertentangan.


    Belanda, kata Agus, membantah lewat opini mengenai penyebab krisis bahasa dan sastra Jawa akibat kehancuran tradisi sastra kuno yang disebabkan jatuhnya Majapahit. Kejatuhan Majapahit pun diklaim akibat datangnya islam. ''Dengan kata lain, Islam dijadikan kambing hitam dalam krisis bahasa dan Jawa di masa itu,''ujar Agus.


    Agus mengatakan, kemerdekaan yang diperoleh Indonesia tidak terlepas dari peran Muslim. Begitu banyak raja-raja Muslim yang telah didukung oleh guru tarekat dan ulama dari pesantren. Mereka bersatu untuk melakukan  perlawanan terhadap penjajah, baik Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, maupun Jepang.


    Mereka dengan tegas menyebut para penjajah sebagai "orang kafir" yang tidak pantas menginjakkan kakinya di tanah nusantara. Terutama, lanjutnya, bagi mereka yang memiliki misi untuk memurtadkan rakyat Indonesia yang beragama Islam.


    Masyarakat Jawa pada umumnya memang menolak tegas penjajahan yang dilakukan Belanda. Mereka tidak menyukai Belanda bukan hanya karena tindakan yang mereka lakukan. Menurut Agus, ada struktur sosial atau konsep hidup yang membuat mereka tidak menyukai kehadiran orang asing, seperti Belanda.


    Agus menyebutkan, ada tujuh lapisan yang dipegang oleh masyarakat Jawa. Strata ini bukan kasta. Lapisan masyarakat ini dilihat dari kuat atau tidaknya seseorang terhadap pengaruh dunia. Sehingga, struktur sosial ini dianggap menjadi penilaian utama atas ketepatan dalam memilih dan memercayai seorang pemimpin di suatu wilayah.


    Lapisan pertama dipegang oleh kaum yang memiliki nafsu atau pengaruh dunia yang lemah. Misalnya, ulama, wali, atau kaum Brahmana. "Lapisan kedua dimiliki oleh kaum yang tidak terlalu mencintai dunia dan hidupnya dijamin oleh negara, seperti para ksatria dan pertapa," jelas Agus.


    Lapisan selanjutnya dimiliki oleh kaum waisya, seperti petani. Setelah itu, kaum saudagar memegang lapisan selanjutnya. Dalam lapisan ini semisal saudagar, rentenir, kaum konglomerat, dan tuan tanah.


    Untuk lapisan kelima dimiliki oleh kaum yang hidup dari membunuh binatang, seperti jagal, pemburu, dan algojo. Lapisan keenam dipegang oleh orang asing seperti Belanda. Lapisan terakhir dimiliki oleh orang-orang yang hidupnya hanya merugikan masyarakat, seperti perampok, pembegal, pencuri, dan lainnya.


    Maka, alasan masyarakat Jawa menolak penguasaan Belanda menjadi jelas. Dalam struktur sosial, para penjajah itu itu tidak bisa menjadi pemimpin atau penguasa di tempat mereka. ''Menurut mereka, penjajah itu tidak pantas menjadi juragan tetapi harus menjadi pelayan di tanah mereka,'' ujar Agus.


    Dengan struktur sosial semacam itu, maka agus meragukan penyebaran Islam di nusantara dilakukan oleh para saudagar. Dengan posisinya di lapisan keempat, saudagar akan mengalami kesulitan menyebarkan agama di dalam struktur sosial masyarakat Jawa ini. "Mereka pasti tak akan dianggap," ujar Agus.


    Dengan pemahaman ini, Agus menduga, sejarah yang menyebut para saudagar sebagai penyebar Islam di nusantara adalah bagian dari upaya pengaburan sejarah Islam di Indonesia. Menurut Agus, akan lebih masuk akal jika sejarah menyebut penyebaran Islam dilakukan oleh para kaum kelas brahmana, yaitu para wali yang selama ini dikenal dengan sebutan Wali Songo.


    Dengan posisi wali yang berada di lapisan pertama, jelas akan mudah bagi mereka untuk menjadi panutan masyarakat di masa itu. Posisi itu memudahkan mereka mengajarkan ajaran Islam di bumi pertiwi ini, terutama di Pulau Jawa.


    Kalau sekarang, apakah Indonesia menggunakan sistem ini? Sekarang asing dipuja-puja di sini. ''Sepengetahuan saya, hanya Brunei Darussalamlah yang saat ini menerapkan sistem lapisan masyarakat Jawa itu," ungkap Agus.


    Menurut Agus, munculnya perlawanan pasif lewat lisan yang dilakukan para pengikut Diponegoro setelah Perang Jawa semata karena adanya struktur sosial ini. Mereka melawan dengan memunculkan fenomena pertempuran baru dengan menggunakan opini.


    Sejarah Islam Indonesia, kata Ahmad Mansur Suryanegara, adalah sejarah telur mata sapi. ''Ayam yang bertelur, tetapi sapi yang punya nama,'' ujar sejarawan Universitas Padjadjaran itu. 


    Mansur menegaskan, tak bisa dibantah bahwa pelaku sejarah Islam di Indonesia adalah para ulama atau umat Islam. Namun, yang ditulis adalah mereka yang menentang ajaran Islam.


    Mansur merasakan betapa ''Sumpah Syahadah'' yang menjadi landasan melawan kolonialis-imperalis tidak dinilai sebagai perekat dan pembangkit kesatuan-persatuan bangsa Indonesia. Sumpah Syahadah kalah dengan Sumpah Palapa.


    Padahal, dalam wayang, pemegang kalimasada adalah Pandawa. ''Yang diletakkan di sebelah kanan dalang dan selalu sebagai pemegang kemenangan, mengalahkan Kurawa yang diposisikan di sebelah kiri dalang,'' ujar Mansur.

    by https://m.republika.co.id/berita/nq6jg735/sejarah-islam-indonesia-sejarah-telur-mata-sapi

    Highlight, Sejarah
    Share To:
    Next
    Posting Lebih Baru
    Previous
    This is the last post.
    Arraayah

    El-Ghodhonfar's Blog

    Membahas berbagai topik. Memeberikan rekomendasi belanjamu, membuat pengalaman belanjamu makin oke

    Highlight Sejarah

    Post A Comment:

    0 comments:

    Langganan: Posting Komentar (Atom)
    Recent Popular Comments

    Recent Posts

    Popular Posts

    • Perang Global, Radikalisme, dan Intelijen: Perspektif Hendropriyono dan Mahfud MD
        sumber: kilat.com Dalam sebuah diskusi yang mencerahkan, dua tokoh besar Indonesia, Bapak AM Hendropriyono dan Bapak Mahfud MD , berbagi ...
    • Ironi di Balik Gejolak Timur Tengah
      Sebagai seorang pengamat, Herri Pras mencermati sebuah fenomena menarik yang mengemuka di tengah gejolak Timur Tengah. Ada semacam ironi ya...
    • 7 Rekor Dunia yang Pasti Akan Mengejutkanmu
      Rekor dunia sering kali menjadi topik yang menarik perhatian banyak orang. Dari prestasi luar biasa hingga hal-hal yang tampaknya tidak mung...
    • Kunjungan Darurat Menlu Iran ke Moskow Usai Serangan AS: Membahas Gejolak Timur Tengah
        MOSKOW, Rusia – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, tiba di Moskow pada Minggu (22/06/2025) untuk serangkaian negosiasi penting den...
    • Perang Dunia I: Penyebab dan Dampaknya
      Perang Dunia I, yang berlangsung dari tahun 1914 hingga 1918, adalah salah satu konflik paling monumental dalam sejarah manusia. Perang ini ...
    • Rahasia Masa Subur: Kapan Ovulasi Terjadi & Tips Jitu Meningkatkan Peluang Hamil
        Menjelajahi Misteri Masa Subur: Kapan Ovulasi Terjadi dan Bagaimana Meningkatkan Peluang Kehamilan? Bagi pasangan yang mendambakan buah ha...

    Kolom Kesehatan

    Fakta Menarik

    
    Nama

    your name

    Email *

    Your Email

    Pesan *

    your message

    Recent Posts

    Random Post

    Rekomendasi Belanjamu

    Kritik dan Saran

    Nama

    Email *

    Pesan *

    Total Tayangan Halaman

    Copyright © 2024 ElGhodhonfar All Rights Reserved.
    Designed by Designer
    Back To Top